Rabu, 29 Februari 2012

Tugas Sejarah - Krisis Timur Tengah


TUGAS SEJARAH
Krisis Timur Tengah
(Fokus Utama Libia dan Mesir)
Semester II
Tahun Pelajaran 2011-2012



Oleh      :
Ilyaza Pramesty Almawati
17/9i
Sekolah Menengah Pertama Negeri 4 Surakarta

Krisis Timur Tengah
(Fokus Utama Libia dan Mesir)]
Tidak ada berita baik dari Timur Tengah sepanjang Ramadhan dan Idul Fitri lalu. Bahkan yang terjadi adalah sebaliknya, yaitu kian memburuknya keadaan di beberapa negara Arab dan antarnegara Timur Tengah. Stabilitas politik di kawasan yang hampir tidak pernah tenang selama hampir tujuh dasawarsa sejak usainya Perang Dunia II, jelas kian memburuk. Krisis politik dan keamanan Timur Tengah pada gilirannya dapat memengaruhi dinamika politik dan ekonomi internasional secara keseluruhan.
Perkembangan terakhir yang potensial eksplosif bagi stabilitas politik dan keamanan Timur Tengah adalah peristiwa tewasnya lima tentara Mesir dalam kontak senjata antara pejuang Palestina Gaza dan militer Israel di wilayah perbatasan Sinai (19/8/11). Hasilnya, pemerintah sementara Mesir menarik duta besarnya dari Tel Aviv. Pada saat yang sama juga memanggil dubes Israel di Kairo untuk meminta penjelasan atas insiden tersebut. Pemerintah sementara Mesir juga menuntut Israel agar minta maaf, yang dibalas Pemerintah Israel hanya dengan pernyataan ‘menyesal’ (regret).
Tidak ragu lagi, episode ini merupakan salah satu puncak dari terus memburuknya hubungan antara Mesir pasca-Mubarak dan Israel. Sebelumnya, pipa yang menyalurkan gas dari Mesir ke Israel juga dibom aktivis Muslim anti-Israel, sehingga menghentikan ekspor gas Mesir ke Israel. Para aktivis Muslim anti-Israel, yang kian aktif setelah jatuhnya Presiden Husni Mubarak pada Januari lalu, menolak berkompromi lebih lanjut dengan negara Zionis tersebut. Hal itu bermula sejak Presiden Anwar Sadat menandatangani Perjanjian Perdamaian Camp David 1979, yang diikuti pembukaan hubungan diplomatik di antara kedua negara.
Stabilitas keamanan dan politik Timur Tengah juga memburuk, dengan terus berlanjutnya kekerasan antara pasukan militer dan para pejuang antipemerintah di Suriah dan Libya. Pergolakan antirezim Qadafi di Libya dan Bashar Assad di Suriah tidak berhenti dengan ibadah Ramadhan. Bahkan sebaliknya, kedua belah pihak percaya, justru pada Ramadhan ini perang harus dikobarkan dengan mengutip contoh Nabi Muhammad yang melakukan peperangan melawan kaum kafir Quraish dalam bulan puasa. Hasilnya, para pejuang berhasil menguasai Tripoli dan Qadafi terpaksa bersembunyi entah di mana.
Meski berhadapan dengan kutukan, kecaman dan sanksi internasional, rezim Bashar Assad di Suriah tetap meneruskan kekerasan dan perang terhadap warga negaranya sendiri, sehingga terus kian meningkatkan jumlah korban tewas. Hal sama —dalam skala sedikit lebih rendah juga terjadi di Yaman, tempat rezim Presiden Ali Abdullah Saleh terus menolak untuk mengundurkan diri dari kekuasaan yang telah dipegangnya selama beberapa dasawarsa.
Dengan meningkatnya perlawanan bersenjata masyarakat sipil antirezim otoriter di dunia Arab, boleh jadi mereka akhirnya tumbang satu per satu. Seperti terlihat dalam kasus pergolakan di Libya, pasukan NATO campur tangan langsung dengan mengebom target-target strategis di  Libya dan sekaligus membantu kelompok militer dan para militer oposisi. Bukan tidak mungkin kekuatan militer internasional akhirnya juga turut campur tangan di Suriah dan Yaman. Sejauh ini, hanya krisis keuangan dan ekonomi di Eropa serta Amerika, yang menahan mereka untuk campur tangan secara militer di negara-negara Arab yang masih bergolak.
Krisis keamanan dan politik di Timur Tengah, baik terkait Israel maupun intranegara Arab, hampir bisa dipastikan bakal terus berlanjut. Meski rezim-rezim otoriter di dunia Arab bisa saja akhirnya jatuh, suksesi politik juga tidak bakal berlangsung damai. Sebaliknya, proses transisi segera menimbulkan pergumulan, ketegangan, dan konflik di antara berbagai kekuatan politik warga. Upaya penciptaan keseimbangan politik dan sosial di antara kelompok politik tidak mudah tercipta karena bertahan dan bahkan menguatnya sikap saling curiga di antara mereka. Belum lagi, masuknya kekuatan asing dengan kepentingan ekonomi dan politik masing-masing.
Perkembangan semacam itu bisa disaksikan di Mesir pasca-Mubarak sampai hari ini dan ke depan. Menjelang Pemilu September 2011 ini, pergumulan itu di antara berbagai kekuatan politik bahkan cenderung meningkat. Massa kembali ke Maydan Tahrir meski muncul dalam jumlah relatif lebih kecil dibanding ketika penumbangan Mubarak dulu. Gejala ini mengindikasikan peningkatan ketidakpuasan terhadap proses transisi dan sekaligus sikap saling tidak percaya di antara berbagai kekuatan politik dalam negara.
Di tengah perkembangan Timur Tengah yang mencemaskan, amat mengecewakan, Pemerintah Indonesia nyaris tidak aktif sama sekali. Padahal, Indonesia sebagai negara yang disegani di antara negara OKI dan gerakan Non-Blok tidak patut berdiam diri. Jika punya kemauan dan iktikad baik, Indonesia bisa menggalang kerja sama, misalnya, dengan Turki yang aktif berusaha meredakan konflik di Timur Tengah, baik terkait Israel maupun intra-Arab. Hanya dengan turut aktif dalam menyelesaikan konflik dan sekaligus membantu transisi yang damai, Indonesia dapat dihargai masyarakat internasional.
Gerakan pembaharuan yang terjadi di negara-negara di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara saat ini telah memberikan guncangan pada perekonomian global, hal ini dapat kita lihat langsung pada kondisi di pasar modal dengan indikator naik turunnya indeks perdagangan saham gabungan pada seluruh bursa di dunia.
Kondisi terakhir yang dapat kita katakan sebagai revolusi ini, terjadi diberbagai negara yang dimulai oleh penggulingan Presiden Ben Ali dari Tunisia dan Presiden Mubarak dari Mesir. Di mana keduanya sudah berkuasa sedemikian lamanya.
Pergolakan ini tentu menggunakan kekerasan yang mengakibatkan korban jiwa membawa dampak terhadap ketentraman dan ekonomi dunia. Pergolakan yang dimulai di Tunisia ini telah mengilhami atau dapat kita sebut mengobarkan semangat pembaharuan di beberapa negara lain dikawasan Timur Tengah dan Afrika Utara, untuk bangkit dan berjuang melawan penindasan rezim yang telah begitu lama berkuasa dan tidak mengabaikan nasib rakyatnya.  Sebut saja pergolakan dilanjudkan oleh rakyat Mesir, Yaman dan terakhir sekarang adalah Lybia.
Dampak krisis Timur Tengah dan Afrika Utara terhadap ekonomi global ini tentu saja membuat kekhawatiran yang sangat beralasan. Seperti yang kita ketahui bersama kawasan ini merupakan kawasan yang sangat strategis dalam lalu lintas perdagangan dunia termasuk di dalamnya adalah minyak selain minyak nabati dan gandum. Mesir di sini sangat memegang peranan penting selaku negara yang dilewati terusan Suez, yang menghubungkan laut merah dan mediterania.
Dengan terjadinya gejolak di Mesir beberapa saat yang lalu maka tidaklah tanpa alasan kenaikan harga minyak dunia yang hampir mencapai US$100/barrel. Dan kenaikan harga minyak ini akan terus bertambah dan sulit untuk dikontrol terlebih lagi dengan gejolak yang terjadi di Lybia saat ini.
Krisis yang berkelanjutan di Lybia tentu akan sangat membuat kondisi ekonomi dunia terutama harga minyak sulit untuk diatasi. Disatu sisi kondisi ini telah menimbulkan keresahan bahkan ketakutan bagi semua orang yang bekerja dan tinggal di Lybia. Ribuan orang kini telah meninggalkan Lybia dan kembali ke negara-negara asal mereka. Tidak terkecuali rakyat Indonesia yang bekerja dibeberapa perusahaan di Lybia. Peringatan berdatangan dari berbagai kepala negara di dunia seakan tidak digubris oleh Khadaffi dan hal ini telah meresahkan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang dengan tegas menyerukan agar regim Khadaffi mundur dari kekuasaan. Namun himbauan keras yang datang dari PBB dan semua kepala negara di dunia dianggap angin lalu bahkan hingga kini regim Khadaffi masih berkuasa dan menyengsarakan rakyat Lybia. Ucapan yang disampaikan Khadaffi dan anak lelakinya Saif Al Islami bahwa mereka akan bertahan “hingga titik darah penghabisan “ telah menyulut kemarahan yang lebih luas dan kekhawatiran di dunia termasuk dari kalangan investor global.
Dalam hubungannya dengan instrument investasi global, kerusuhan di kawasan ini telah terbukti menjadi momok bagi pergerakan bursa saham. Bursa-bursa saham global rontok akibat makin tegangnya kondisi di Timur Tengah dan Afrika Utara.  Kondisi seperti ini tidaklah dapat kita biarkan, Khadaffi harus dihentikan dan untuk itu kita berharap pendekatan dan cara-cara persuasif dapat digunakan untuk membujuk Khadaffi, kekuatan militer harus dihindari kecuali sudah tidak ada pilihan lain.
Kita juga dihadapkan apabila krisis politik dikawasan ini berkelanjutan dapat mengakibatkan proses pemulihan ekonomi yang sedang berlangsung serta upaya menurunkan harga di sektor pangan dikawasan ini dapat terganggu. Harapan kita semoga kondisi dikawasan ini segera membaik, yang tentunya di ikuti pula dengan membaiknya harga pangan serta peningkatan harga komoditas minyak mentah dibeberapa kawasan di dunia.  Dan yang paling penting adalah harga minyak yang menjadi konsumsi rumah tangga terbesar di dunia dapat turun dan stabil diharga normal.Kondisi revolusi yang diiringi kekerasan dan korban jiwa ini bisa berdampak terhadap ekonomi dunia, termasuk Indonesia.Kekhawatiran semacam ini bukan tanpa alasan. Pasalnya akibat krisis politik di Mesir saja, harga minyak dunia, terutama yang diperdagangkan di bursa London naik dan sempat menjadi USS 100/ barel. Kenaikan harga minyak ini adalah konsekuensi logis dari krisis politik di Mesir mengingat negara ini menguasai terusan Suez, rute pelayaran kunci untuk minyak dan produk lain seperti gandum, minyak nabati, yang menghubungkan Laut Merah dan Mediterania. Setelah Libya diguncang krisis harga minyak mentah Brent naik mencapai USS 108/ barel.
Saat ini situasi di Mesir mulai terkendali setelah Hosni Mubarak bersedia menyerahkan jabatan sebagai presiden Mesir. Akan tetapi revolusi yang menular ke Libya di mana Muamar Khadaffi telah berkuasa selama 41 tahun justru lebih panas dibandingkan Mesir. Berbeda dengan Mubarak yang masih dapat mengendalikan diri dan berkata-kata diplomatis, tampaknya Khadaffi akan mengandalkan kekerasan untuk melanggengkan kekuasaannya. Ratusan jiwa telah melayang dan tadi malam dalam pidato di jaringan televisi nasional Khadaffi mengumumkan perang kepada rakyatnya sendiri dan berjanji untuk bertahan ‘hingga titik darah penghabisan.’ Kata-katanya tersebut memancing kemarahan yang lebih luas dan kekhawatiran di kalangan investor global.
Dalam hubungannya dengan instrument investasi global, kerusuhan di kawasan ini telah terbukti menjadi momok bagi pergerakan bursa saham. Bursa-bursa saham global rontok akibat makin tegangnya kondisi di Timur Tengah dan Afrika Utara. Di samping itu kekhawatiran bahwa krisis politik kawasan ini dapat mengikis proses pemulihan ekonomi yang sedang berlangsung juga menurunkan harga di sektor pangan. Meskipun demikian tampaknya harga pangan justru akan kembali merangkak naik seiring dengan kenaikan harga komoditas minyak mentah.dan Dampak Krisis Timur Tengah dan Afrika Utara Terhadap Indonesia Dalam konteks dampak terhadap Indonesia, mungkin dalam jangka pendek gejolak politik di Timur Tengah dan Afrika Utara tidak akan berdampak secara langsung terhadap nilai perdagangan Indonesia. Dari segi keterkaitan pasar yang berdampak langsung ke perdagangan, negara kita tidak akan terpengaruh dengan apa yang terjadi di Timur Tengah dan Afrika Utara. Alasannya rasional yaitu, hubungan dagang langsung antara Indonesia dengan Timur Tengah dan Afrika Utara memang sangat kecil. Sejauh ini, pasar ekspor Indonesia lebih banyak mengarah ke kawasan Asia daripada kawasan Timur Tengah.
Akan tetapi gejolak di Timur Tengah dan Afrika Utara mampu mendorong harga komoditas di pasar global, terutama pangan dan energi. Artinya, krisis Timur Tengah dan Afrika Utara meningkatkan risiko dan premi risiko untuk lalu lintas perdagangan barang global, termasuk negara Indonesia. Tidak hanya itu, krisis politik di Timur Tengah dan Afrika Utara juga bisa menyebabkan meningkatnya biaya freight dan asuransi kapal. Kenyataan ini jelas mempengaruhi pasar keuangan dunia, termasuk di Asia, sehingga ketidakpastian pasar di negara-negara Asia termasuk Indonesia akan naik.
Di samping potensi kenaikan harga pangan dan minyak mentah dalam jangka pendek, revolusi Timur Tengah dan Afrika Utara akan mengganggu stabilitas pasar keuangan, khususnya aset-aset keuangan dan properti yang berdenominasi Timur Tengah dan Afrika Utara.
Dengan demikian pemerintah harus mengambil langkah-langkah yang terkait dengan penanggulangan dan minimalisasi dampak dari krisis di Timur Tengah dan Afrika Utara. Bentuk konkretnya adalah, pemerintah harus segera menaikkan posisi cadangan pangan dalam negeri dengan cara mengintensifkan peningkatan produksi pangan. Selain itu, untuk mengantisipasi dampak krisis politik di Mesir terhadap perekonomian Indonesia, pemerintah Indonesia harus mengamankan sektor ekspor. Caranya adalah, Indonesia harus melakukan diversifikasi ke pasar Amerika dan Eropa. Selama ini Indonesia lebih menekankan diversifikasi ke pasar Asia, namun tidak menggalakkan ke pasar Amerika dan Eropa. Diversifikasi pasar adalah sebagai upaya untuk mengantisipasi resesi di Timur Tengah akibat krisis politik di Mesir. Krisis ini bisa menurunkan pertumbuhan negara-negara di Asia karena resesi di negara-negara maju di Timur Tengah.
Revolusi yang melanda Negara-negara di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara saat ini telah memberikan guncangan pada pasar investasi global (23/02). Kondisi revolusi yang diiringi kekerasan dan korban jiwa ini bisa berdampak terhadap ekonomi dunia, termasuk Indonesia.
Kekhawatiran semacam ini bukan tanpa alasan. Pasalnya akibat krisis politik di Mesir saja, harga minyak dunia, terutama yang diperdagangkan di bursa London naik dan sempat menjadi USS 100/ barel. Kenaikan harga minyak ini adalah konsekuensi logis dari krisis politik di Mesir mengingat negara ini menguasai terusan Suez, rute pelayaran kunci untuk minyak dan produk lain seperti gandum, minyak nabati, yang menghubungkan Laut Merah dan Mediterania. Setelah Libya diguncang krisis harga minyak mentah Brent naik mencapai USS 108/ barel.
Saat ini situasi di Mesir mulai terkendali setelah Hosni Mubarak bersedia menyerahkan jabatan sebagai presiden Mesir. Akan tetapi revolusi yang menular ke Libya di mana Muamar Khadaffi telah berkuasa selama 41 tahun justru lebih panas dibandingkan Mesir. Berbeda dengan Mubarak yang masih dapat mengendalikan diri dan berkata-kata diplomatis, tampaknya Khadaffi akan mengandalkan kekerasan untuk melanggengkan kekuasaannya. Ratusan jiwa telah melayang dan tadi malam dalam pidato di jaringan televisi nasional Khadaffi mengumumkan perang kepada rakyatnya sendiri dan berjanji untuk bertahan ‘hingga titik darah penghabisan.’ Kata-katanya tersebut memancing kemarahan yang lebih luas dan kekhawatiran di kalangan investor global.
Dalam hubungannya dengan instrument investasi global, kerusuhan di kawasan ini telah terbukti menjadi momok bagi pergerakan bursa saham. Bursa-bursa saham global rontok akibat makin tegangnya kondisi di Timur Tengah dan Afrika Utara. Di samping itu kekhawatiran bahwa krisis politik kawasan ini dapat mengikis proses pemulihan ekonomi yang sedang berlangsung juga menurunkan harga di sektor pangan. Meskipun demikian tampaknya harga pangan justru akan kembali merangkak naik seiring dengan kenaikan harga komoditas minyak mentah.

Pertanyaan    :
1.      Bagaimana pendapatmu mengenai krisis Timur Tengah yang merupakan ancaman bagi dunia Internasional?
2.      Bagaimana cara penyelesaiannya?
Jawaban         :
  1. Dampak krisis politik timur tengah terhadap perekonomian dunia
Gerakan pembaharuan yang terjadi di negara-negara di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara saat ini telah memberikan guncangan pada perekonomian global, hal ini dapat kita lihat langsung pada kondisi di pasar modal dengan indikator naik turunnya indeks perdagangan saham gabungan pada seluruh bursa di dunia.
Kondisi terakhir yang dapat kita katakan sebagai revolusi ini, terjadi diberbagai negara yang dimulai oleh penggulingan Presiden Ben Ali dari Tunisia dan Presiden Mubarak dari Mesir. Di mana keduanya sudah berkuasa sedemikian lamanya.
Pergolakan ini tentu menggunakan kekerasan yang mengakibatkan korban jiwa membawa dampak terhadap ketentraman dan ekonomi dunia. Pergolakan yang dimulai di Tunisia ini telah mengilhami atau dapat kita sebut mengobarkan semangat pembaharuan di beberapa negara lain dikawasan Timur Tengah dan Afrika Utara, untuk bangkit dan berjuang melawan penindasan rezim yang telah begitu lama berkuasa dan tidak mengabaikan nasib rakyatnya.  Sebut saja pergolakan dilanjudkan oleh rakyat Mesir, Yaman dan terakhir sekarang adalah Lybia.
Dampak krisis Timur Tengah dan Afrika Utara terhadap ekonomi global ini tentu saja membuat kekhawatiran yang sangat beralasan. Seperti yang kita ketahui bersama kawasan ini merupakan kawasan yang sangat strategis dalam lalu lintas perdagangan dunia termasuk di dalamnya adalah minyak selain minyak nabati dan gandum. Mesir di sini sangat memegang peranan penting selaku negara yang dilewati terusan Suez, yang menghubungkan laut merah dan mediterania.
Dengan terjadinya gejolak di Mesir beberapa saat yang lalu maka tidaklah tanpa alasan kenaikan harga minyak dunia yang hampir mencapai US$100/barrel. Dan kenaikan harga minyak ini akan terus bertambah dan sulit untuk dikontrol terlebih lagi dengan gejolak yang terjadi di Lybia saat ini.
Krisis yang berkelanjutan di Lybia tentu akan sangat membuat kondisi ekonomi dunia terutama harga minyak sulit untuk diatasi. Disatu sisi kondisi ini telah menimbulkan keresahan bahkan ketakutan bagi semua orang yang bekerja dan tinggal di Lybia. Ribuan orang kini telah meninggalkan Lybia dan kembali ke negara-negara asal mereka. Tidak terkecuali rakyat Indonesia yang bekerja dibeberapa perusahaan di Lybia. Peringatan berdatangan dari berbagai kepala negara di dunia seakan tidak digubris oleh Khadaffi dan hal ini telah meresahkan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang dengan tegas menyerukan agar regim Khadaffi mundur dari kekuasaan. Namun himbauan keras yang datang dari PBB dan semua kepala negara di dunia dianggap angin lalu bahkan hingga kini regim Khadaffi masih berkuasa dan menyengsarakan rakyat Lybia. Ucapan yang disampaikan Khadaffi dan anak lelakinya Saif Al Islami bahwa mereka akan bertahan “hingga titik darah penghabisan “ telah menyulut kemarahan yang lebih luas dan kekhawatiran di dunia termasuk dari kalangan investor global.
Dalam hubungannya dengan instrument investasi global, kerusuhan di kawasan ini telah terbukti menjadi momok bagi pergerakan bursa saham. Bursa-bursa saham global rontok akibat makin tegangnya kondisi di Timur Tengah dan Afrika Utara.  Kondisi seperti ini tidaklah dapat kita biarkan, Khadaffi harus dihentikan dan untuk itu kita berharap pendekatan dan cara-cara persuasif dapat digunakan untuk membujuk Khadaffi, kekuatan militer harus dihindari kecuali sudah tidak ada pilihan lain.
Kita juga dihadapkan apabila krisis politik dikawasan ini berkelanjutan dapat mengakibatkan proses pemulihan ekonomi yang sedang berlangsung serta upaya menurunkan harga di sektor pangan dikawasan ini dapat terganggu. Harapan kita semoga kondisi dikawasan ini segera membaik, yang tentunya di ikuti pula dengan membaiknya harga pangan serta peningkatan harga komoditas minyak mentah dibeberapa kawasan di dunia.  Dan yang paling penting adalah harga minyak yang menjadi konsumsi rumah tangga terbesar di dunia dapat turun dan stabil diharga normal.Kondisi revolusi yang diiringi kekerasan dan korban jiwa ini bisa berdampak terhadap ekonomi dunia, termasuk Indonesia.Kekhawatiran semacam ini bukan tanpa alasan. Pasalnya akibat krisis politik di Mesir saja, harga minyak dunia, terutama yang diperdagangkan di bursa London naik dan sempat menjadi USS 100/ barel. Kenaikan harga minyak ini adalah konsekuensi logis dari krisis politik di Mesir mengingat negara ini menguasai terusan Suez, rute pelayaran kunci untuk minyak dan produk lain seperti gandum, minyak nabati, yang menghubungkan Laut Merah dan Mediterania. Setelah Libya diguncang krisis harga minyak mentah Brent naik mencapai USS 108/ barel.
Saat ini situasi di Mesir mulai terkendali setelah Hosni Mubarak bersedia menyerahkan jabatan sebagai presiden Mesir. Akan tetapi revolusi yang menular ke Libya di mana Muamar Khadaffi telah berkuasa selama 41 tahun justru lebih panas dibandingkan Mesir. Berbeda dengan Mubarak yang masih dapat mengendalikan diri dan berkata-kata diplomatis, tampaknya Khadaffi akan mengandalkan kekerasan untuk melanggengkan kekuasaannya. Ratusan jiwa telah melayang dan tadi malam dalam pidato di jaringan televisi nasional Khadaffi mengumumkan perang kepada rakyatnya sendiri dan berjanji untuk bertahan ‘hingga titik darah penghabisan.’ Kata-katanya tersebut memancing kemarahan yang lebih luas dan kekhawatiran di kalangan investor global.
Dalam hubungannya dengan instrument investasi global, kerusuhan di kawasan ini telah terbukti menjadi momok bagi pergerakan bursa saham. Bursa-bursa saham global rontok akibat makin tegangnya kondisi di Timur Tengah dan Afrika Utara. Di samping itu kekhawatiran bahwa krisis politik kawasan ini dapat mengikis proses pemulihan ekonomi yang sedang berlangsung juga menurunkan harga di sektor pangan. Meskipun demikian tampaknya harga pangan justru akan kembali merangkak naik seiring dengan kenaikan harga komoditas minyak mentah.dan Dampak Krisis Timur Tengah dan Afrika Utara Terhadap Indonesia Dalam konteks dampak terhadap Indonesia, mungkin dalam jangka pendek gejolak politik di Timur Tengah dan Afrika Utara tidak akan berdampak secara langsung terhadap nilai perdagangan Indonesia. Dari segi keterkaitan pasar yang berdampak langsung ke perdagangan, negara kita tidak akan terpengaruh dengan apa yang terjadi di Timur Tengah dan Afrika Utara. Alasannya rasional yaitu, hubungan dagang langsung antara Indonesia dengan Timur Tengah dan Afrika Utara memang sangat kecil. Sejauh ini, pasar ekspor Indonesia lebih banyak mengarah ke kawasan Asia daripada kawasan Timur Tengah.
Akan tetapi gejolak di Timur Tengah dan Afrika Utara mampu mendorong harga komoditas di pasar global, terutama pangan dan energi. Artinya, krisis Timur Tengah dan Afrika Utara meningkatkan risiko dan premi risiko untuk lalu lintas perdagangan barang global, termasuk negara Indonesia. Tidak hanya itu, krisis politik di Timur Tengah dan Afrika Utara juga bisa menyebabkan meningkatnya biaya freight dan asuransi kapal. Kenyataan ini jelas mempengaruhi pasar keuangan dunia, termasuk di Asia, sehingga ketidakpastian pasar di negara-negara Asia termasuk Indonesia akan naik.
Di samping potensi kenaikan harga pangan dan minyak mentah dalam jangka pendek, revolusi Timur Tengah dan Afrika Utara akan mengganggu stabilitas pasar keuangan, khususnya aset-aset keuangan dan properti yang berdenominasi Timur Tengah dan Afrika Utara.
Dengan demikian pemerintah harus mengambil langkah-langkah yang terkait dengan penanggulangan dan minimalisasi dampak dari krisis di Timur Tengah dan Afrika Utara. Bentuk konkretnya adalah, pemerintah harus segera menaikkan posisi cadangan pangan dalam negeri dengan cara mengintensifkan peningkatan produksi pangan. Selain itu, untuk mengantisipasi dampak krisis politik di Mesir terhadap perekonomian Indonesia, pemerintah Indonesia harus mengamankan sektor ekspor. Caranya adalah, Indonesia harus melakukan diversifikasi ke pasar Amerika dan Eropa. Selama ini Indonesia lebih menekankan diversifikasi ke pasar Asia, namun tidak menggalakkan ke pasar Amerika dan Eropa. Diversifikasi pasar adalah sebagai upaya untuk mengantisipasi resesi di Timur Tengah akibat krisis politik di Mesir. Krisis ini bisa menurunkan pertumbuhan negara-negara di Asia karena resesi di negara-negara maju di Timur Tengah.

Dampak Krisis Timur Tengah dan Afrika Utara Terhadap Indonesia
Dalam konteks dampak terhadap Indonesia, mungkin dalam jangka pendek gejolak politik di Timur Tengah dan Afrika Utara tidak akan berdampak secara langsung terhadap nilai perdagangan Indonesia. Dari segi keterkaitan pasar yang berdampak langsung ke perdagangan, negara kita tidak akan terpengaruh dengan apa yang terjadi di Timur Tengah dan Afrika Utara. Alasannya rasional yaitu, hubungan dagang langsung antara Indonesia dengan Timur Tengah dan Afrika Utara memang sangat kecil. Sejauh ini, pasar ekspor Indonesia lebih banyak mengarah ke kawasan Asia daripada kawasan Timur Tengah.
Akan tetapi gejolak di Timur Tengah dan Afrika Utara mampu mendorong harga komoditas di pasar global, terutama pangan dan energi. Artinya, krisis Timur Tengah dan Afrika Utara meningkatkan risiko dan premi risiko untuk lalu lintas perdagangan barang global, termasuk negara Indonesia. Tidak hanya itu, krisis politik di Timur Tengah dan Afrika Utara juga bisa menyebabkan meningkatnya biaya freight dan asuransi kapal. Kenyataan ini jelas mempengaruhi pasar keuangan dunia, termasuk di Asia, sehingga ketidakpastian pasar di negara-negara Asia termasuk Indonesia akan naik.
Di samping potensi kenaikan harga pangan dan minyak mentah dalam jangka pendek, revolusi Timur Tengah dan Afrika Utara akan mengganggu stabilitas pasar keuangan, khususnya aset-aset keuangan dan properti yang berdenominasi Timur Tengah dan Afrika Utara.
Dengan demikian pemerintah harus mengambil langkah-langkah yang terkait dengan penanggulangan dan minimalisasi dampak dari krisis di Timur Tengah dan Afrika Utara. Bentuk konkretnya adalah, pemerintah harus segera menaikkan posisi cadangan pangan dalam negeri dengan cara mengintensifkan peningkatan produksi pangan. Selain itu, untuk mengantisipasi dampak krisis politik di Mesir terhadap perekonomian Indonesia, pemerintah Indonesia harus mengamankan sektor ekspor. Caranya adalah, Indonesia harus melakukan diversifikasi ke pasar Amerika dan Eropa. Selama ini Indonesia lebih menekankan diversifikasi ke pasar Asia, namun tidak menggalakkan ke pasar Amerika dan Eropa. Diversifikasi pasar adalah sebagai upaya untuk mengantisipasi resesi di Timur Tengah akibat krisis politik di Mesir. Krisis ini bisa menurunkan pertumbuhan negara-negara di Asia karena resesi di negara-negara maju di Timur Tengah.

Ika Akbarwati - Associate Analyst Vibiz Research Center
Ulasan :
Revolusi yang terjadi Timur Tengah berefek pada pasar investasi global, seperti akibat krisis politik di Mesir, harga minyak dunia menjadi naik, namun setelah Presiden Mesin bersedia mundur dari jabatannya. Terlebih lagi revolusi ini menular ke Libya yang keadaannya lebih buruk dari pada di Mesir, akibatnya bursa-bursa saham global menjadi buruk.
Bagi Indonesia, mungkin dalam jangka pendek tidak terlalu berpengaruh terhadap perdangan Indonesia, karena hubungan langsung Indonesia dengan Negara-negara timur tengah sangat kecil, akan tetapi gejolak di Timur Tengah dan Afrika Utara mampu mendorong harga komoditas di pasar global, terutama pangan dan energi. Untuk itu pemerintah harus segera menaikkan posisi cadangan pangan dalam negeri dengan cara mengintensifkan peningkatan produksi pangan dan juga pemerintah Indonesia harus mengamankan sektor ekspor, yaitu dengan diversifikasi ke pasar Amerika dan Eropa
Krisis yang terjadi di Afrika Utara dan Timur Tengah tentunya dapat menimbulkan dampak yang significant bagi perekonomian global di negara-negara lainnya termasuk di Indonesia. Terutama selain dengan adanya kenaikan harga minyak mentah ditambah lagi dengan krisis yang melanda Timur Tengah dan Afrika Utara itu maka kenaikan harga minyak mentah diperkirakan diluar rasio yang sesungguhnya. Dari pemberitaan yang saya ketahui bahwa orang-orang Eropa mulai menginvestasikan dan mempercaya investasinya pada emas, sehingga peraktis harga emaspun meningkat tajam. Harga bahan makanan otomatis naik dan menghawatirkan timbulnya ancaman kelaparan di penjuru dunia. Angka kemiskinan di Indonesia menurut BPS 14,15 % tahun 2010 ini, sementara pertumbuhan ekonomi 6,1% dan tingkat inflasi 6,96%. Undang-Undang Dasar mengamanatkan bahwa tujuan yang harus dicapai oleh negara adalah masyarakat yang sejahtera adil dan makmur, oleh karena itu menjadi program bagi pemeruntah untuk mengembangkan semua sektor-sektor yang ada didalam kehidupan masyarakat. Untuk mengantisipasi dampak yang timbul karena krisis Timur Tengah ini maka pemerintah harus mempunyai target pertumbuhan ekonomi yang jauh lebih tinggi daripada yang sekarang. Menekan angka kemiskinan dari yang 14,5% tahun 2010 menjadi 5 %tahun 2012 adalah merupakan kebijakan yang rasional antara lain ;
1.    meningkatkan produksi dengan memanfaatkan tehnologi yang lebih maju
2.    meningkatkan industry perdagangan dengan dibarengi penerapan alih tehnologi yang lebih maju
3.    meningkatkan disiplin dan etos kerja segenap sumberdaya
4.    mengefisiensikan setiap pengeluaran dan penggunaan dana yang tidak relevan
5.    meningkatkan kewaspadaan dan keamanan dan ketertiban masyarakat
6.    meningkatkan peran serta dan partisipasi masyarakat dalam melakukan pengawasan kebijakan publik
7.    menghapuskan korupsi, kolusi dan nepotisme.
8.    meningkatkan penegakan hukum pada setiap warganegara tanpa pilih bulu.
9.    menjadikan negara dengan pemerintahan yang good governance.
10.meningkatkan derajat kesehatan anggota masyarakat, dengan meningkatkan gizi,menghapuskan bibit-bibit penyakit menular,menemukan jenis-jenis obat penyembuh penyakit.
11.menurunkan angka kematian dan kelahiran, usia hidup setiap orang rata-rata mencapai 75 tahun.
12.memanfaatkan sumber daya alam, hasil tambang, hutan dan air yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat secara hemat dan efisien.
  1. Serangan militer besar-besaran Israel di Tepi Barat mungkin menghancurkan intifada untuk saat ini, tetapi tidak pernah akan memberikan keamanan dan kedamaian rakyat Israel begitu sangat ingin. Kampanye mengerikan dari bom bunuh diri oleh muda Palestina memiliki Israel marah dan ketakutan, tapi tidak akan pernah memberi orang Palestina, keamanan dan martabat negara mereka sendiri. Amerika Serikat, mencoba untuk mengamankan gencatan senjata, bukan berfokus pada bagaimana menerjemahkan ini ke dalam politik kembali keterlibatan. Orang-orang Eropa menyerukan sanksi terhadap Israel yang jatuh ke dalam perangkap tanggapan brengsek lutut. Semua ini adalah jangka pendek respon yang akan melakukan sedikit untuk perdamaian jangka panjang.
Jika masyarakat internasional terus berpikir dan bertindak secara bertahap - entah bagaimana gencatan senjata, kemudian membangun kepercayaan, kemudian datang ke isu-isu politik keras lalu - kegagalan akan terelakkan. Dengan perang habis-habisan sekarang latar belakang, dan kebencian saling begitu kuat, pendekatan yang tidak bisa bekerja. Inisiatif yang mungkin sekali telah mampu menstabilkan situasi - termasuk rekomendasi dari Laporan Mitchell - telah menjadi semakin terpisah dari realitas di lapangan.
Pendekatan saat ini harus berubah di atas kepalanya. Tentu saja setiap upaya diplomatik yang mungkin harus terus dilakukan untuk menghentikan kekerasan saat ini, tetapi upaya langsung juga harus dilakukan untuk memberikan bobot dan substansi ke trek politik. Sementara itu mendorong minggu ini untuk melihat Kuartet Madrid (AS, Uni Eropa, Rusia, PBB) mengatakan bahwa "tidak ada solusi militer untuk konflik", dan menyerukan semua pihak untuk "bergerak ke arah resolusi konflik politik", banyak lebih dari retorika yang harus disampaikan oleh masyarakat internasional jika gerakan yang terjadi.
Apa yang penting untuk mencapai gencatan senjata yang nyata dan berkelanjutan, dan untuk membangun sebuah perdamaian yang nyata dan abadi, adalah bagi para pihak untuk melihat sekarang diletakkan di atas meja oleh masyarakat internasional ketentuan penyelesaian politik yang adil untuk masing-masing, dan untuk mengetahui bahwa ada dukungan internasional besar-besaran untuk rencana itu. Para pemain internasional utama, yang dipimpin oleh AS, harus memotong langsung ke masalah utama, mengidentifikasi secara rinci tentang hal akan consitute penyelesaian akhir yang adil dan komprehensif, memberikan tekanan maksimal pada kedua belah pihak untuk menerima prinsip-prinsip dan menegosiasikan persyaratan akhir yang pemukiman, dan dimasukkan ke dalam mesin tempat yang akan membuatnya tongkat semua.
AS, Uni Eropa, Rusia dan Sekjen PBB - yang didukung oleh Mesir, Arab Saudi dan Yordania - harus menjadi kelompok melalui siapa bahwa rencana penyelesaian dikembangkan, dan disampaikan kepada para pihak. Ini "Kontak Group", tidak berbeda dengan yang ditetapkan untuk mengakhiri perang di Bosnia, juga akan diberlakukan pada mesin yang sesuai tahap lebih lanjut, termasuk Implementasi dan Verifikasi Kelompok - kehadiran pemantauan on-the-tanah internasional - untuk mengkonsolidasikan dan memajukan proses.
Garis-garis besar jenis teks negosiasi tunggal yang diperlukan yang jelas. Dokumen tersebut akan menjadi gabungan dari prinsip-prinsip inisiatif Abdullah didukung oleh Liga Arab di Beirut pada Maret 2002 dan perpanjangan dari posisi - sangat dekat - yang sebenarnya dicapai oleh pihak negosiasi di Taba pada Januari 2001. Ketentuan-ketentuan substantif utama akan sepanjang baris berikut:
· Dua negara, Israel dan Palestina, akan hidup dengan sisi-sisi, sesuai dengan pra-perbatasan tahun 1967, dengan kedaulatan Palestina di Gaza dan sebagian Tepi Barat, dan tanah-swap dengan ukuran yang sama memungkinkan Israel untuk memasukkan sebagian besar yang pemukim Tepi Barat;
· Modal Palestina akan menjadi lingkungan Arab Yerusalem Timur, dengan modal Israel di Yerusalem Barat dan pemukiman Yahudi dari Yerusalem Timur;
· Palestina akan mengatur Haram al-Sharif (Temple Mount) dan Israel akan mengatur Kotel (Tembok Ratapan); akan ada perusahaan jaminan dukungan internasional mengenai penggalian, bangunan, keamanan dan pelestarian barang antik di situs-situs suci;
· Palestina akan menjadi non-militer, dan pasukan pimpinan-AS internasional akan memberikan keamanan bagi kedua negara;
· Masalah pengungsi akan diselesaikan dengan cara yang membahas perasaan mendalam Palestina ketidakadilan tanpa mengganggu keseimbangan demografis Israel melalui kembalinya massa pengungsi. Solusi di sini mungkin tidak hanya mencakup kompensasi finansial, dan pilihan pemukiman di Palestina atau negara ketiga, tapi pilihan untuk kembali ke bagian dari Israel ini yang akan ditukarkan wilayah di Tepi Barat.
Tentu saja dalam lingkungan saat itu hanya mungkin untuk berpikir bahwa kepemimpinan Israel dan Palestina saat ini, dibiarkan, bisa bernegosiasi kesepakatan tersebut. Tapi dinamika akan benar-benar berbeda jika istilah dasar itu disetujui oleh Amerika Serikat dan Uni Eropa, yang didukung oleh Rusia dan Uni kunci negara (Mesir, Yordania dan Arab Saudi) dan Sekjen PBB. Semacam backing untuk rencana tertentu - terutama jika negara-negara Arab kunci disusun untuk menjadi vokal dan publik - akan memberikan tekanan besar, dan pada saat yang sama memberikan penutup untuk, kepemimpinan Palestina. Komitmen AS untuk rencana spesifik - bukan hanya mendukung proses untuk menghasilkan satu - juga akan menempatkan tekanan besar pada kepemimpinan politik Israel: sementara Pemerintah ini dapat diharapkan menjadi bermusuhan, setiap ada prospek sebuah dinamika baru politik internal yang diciptakan oleh sebuah inisiatif internasional dari jenis yang diusulkan.
Dengan rencana politik di atas meja, langkah selanjutnya segera akan bagi Israel dan Palestina yang akan ditekan untuk melaksanakan gencatan senjata nyata dan abadi, di mana kedua belah pihak handal yg dapat dipercaya. Ini akan sangat sulit dicapai, namun tidak sesulit tugas dalam hal tidak adanya cetak biru tersebut. Mengetahui bahwa masyarakat internasional akan menekan untuk kesepakatan yang adil dan komprehensif, militan Palestina akan memiliki insentif untuk mengakhiri kekerasan dan kepemimpinan Palestina akan telah menambahkan leverage dan legitimasi untuk memaksa mereka untuk melakukannya. Dan upaya-upaya tulus oleh Palestina untuk memulihkan keamanan akan membuatnya jauh lebih mungkin bahwa masyarakat Israel pada gilirannya akan menerima kompromi sulit emban oleh kesepakatan akhir yang adil.
Langkah ketiga adalah untuk di-tanah Implementasi, dan Kelompok Verifikasi yang akan dikirim untuk membantu mempertahankan gencatan senjata, memverifikasi pelaksanaannya, keluhan dan menyelesaikan perselisihan lokal. Agar efektif, akan perlu memiliki hubungan langsung ke Contact Group (yang akan secara bersamaan mendorong untuk menyimpulkan akhir-konflik negosiasi rinci penyelesaian), dan diberdayakan, dengan dukungan dari kedua belah pihak, dengan lebih dari cukup spesifik kewenangan untuk melaksanakan tanggung jawabnya. Mandat, peran dan ukuran Grup tersebut akan perlu berkembang sebagai proses penyelesaian keseluruhan bergerak maju. Ini semua agenda yang sangat ambisius, tetapi laporan baru yang dikeluarkan minggu lalu oleh International Crisis Group (yang bisa dibaca di www.crisisweb.org ) menunjukkan bagaimana semua bagian mungkin akan bersama-sama.
Apa yang dibutuhkan di atas segalanya adalah, seperti biasa, suntikan diperlukan kemauan politik, terutama oleh Amerika Serikat. Negara-negara Eropa adalah elemen sangat penting dalam persamaan, dan harus - dimulai dengan minggu ini menteri dewan di Luksemburg - mengambil inisiatif untuk mendapatkan proses politik bergerak jika Washington tidak akan.
Internasionalisasi konflik Israel-Palestina tidak lagi opsi: hal itu adalah fakta. Pemain regional yang memicu konflik dengan memberikan dukungan bagi kelompok-kelompok radikal, dan konflik memperburuk ketidakstabilan baik di luar perbatasannya. Bermain game tambahan - berfokus pada gencatan senjata, membangun kembali kepercayaan, dan mencapai kesepakatan parsial - tidak akan berakhir kekerasan. Lingkaran setan teror dan serangan militer hanya dapat dibagi oleh perjanjian akhir-konflik yang adil dan komprehensif politik kembali ke tengah panggung. Dan hanya dapat kembali ke tengah panggung jika masyarakat internasional menempatkan di sana.


Sumber:
1.      Penulis adalah Direktur Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tulisan dimuat pada Harian Republika, Kamis, 15 September 2011.
2.   (Vibiznews – Economy)
5.   Associate Analyst Vibiz Research Center




Tidak ada komentar: